kmikorea.org – Industri kesehatan di Korea Selatan (Korsel) kini dalam keadaan genting. Lebih dari 8.800 dokter junior atau sekitar 71% dari total tenaga kerja peserta pelatihan mogok kerja dan bahkan telah berhenti. Wakil Menteri Kesehatan Kedua, Park Min-soo, mengungkapkan bahwa 7.813 dokter peserta pelatihan belum masuk kerja. Jumlah dokter yang mogok telah meningkat hampir lima kali lipat sejak aksi dimulai pada Senin, meskipun pemerintah telah memerintahkan mereka untuk kembali bekerja.
“Panggilan dasar para profesional medis adalah untuk melindungi kesehatan dan kehidupan masyarakat, dan tindakan kelompok mana pun yang mengancam hal ini tidak dapat dibenarkan,” ujar Park, seperti dikutip oleh AFP pada Kamis (22/2/2024).
Pemogokan dokter ini dianggap sebagai pelanggaran hukum di Korea Selatan, karena pekerja medis tidak dapat menolak perintah untuk kembali bekerja tanpa alasan yang dapat dibenarkan,” tambah Park.
Dilaporkan juga kemarin, bahwa rumah sakit terpaksa membatalkan sejumlah operasi caesar pada wanita hamil. Pengobatan kanker juga ditunda akibat kekurangan dokter.
Fenomena ini terjadi setelah pemerintah berencana untuk meningkatkan penerimaan di sekolah kedokteran secara signifikan. Pemerintah mengklaim reformasi ini penting, mengingat rendahnya jumlah dokter di negara tersebut dan cepatnya populasi yang menua.
Namun, para dokter menyatakan bahwa perubahan tersebut akan merugikan penyediaan layanan dan kualitas pendidikan. Mereka khawatir bahwa reformasi ini dapat mengikis gaji dan prestise sosial mereka.
Sementara itu, rencana tersebut mendapat dukungan luas dari masyarakat Korsel, terutama mereka yang berada di daerah terpencil, di mana layanan berkualitas seringkali tidak dapat diakses.
Dalam laporan terpisah, sekelompok dokter yang berpraktik di Provinsi Gyeonggi juga melancarkan protes di pusat kota Seoul. Mereka mengenakan ikat kepala merah dengan tulisan “Kami sangat menentang perluasan penerimaan sekolah kedokteran.”
Mereka membentangkan spanduk bertuliskan “Hentikan kebijakan perawatan kesehatan populis yang didorong oleh cendekiawan dan birokrat sosialis kiri.” Para dokter junior menyebutkan bahwa reformasi pendidikan kedokteran yang baru ini merupakan tantangan besar dalam profesi mereka yang sudah berjuang dengan kondisi kerja yang sulit.
“Meskipun bekerja lebih dari 80 jam seminggu dan hanya menerima kompensasi pada tingkat upah minimum, dokter peserta pelatihan tetap diabaikan oleh pemerintah hingga saat ini,” ungkap asosiasi dalam sebuah pernyataan.