kmikorea.org – Krisis kesehatan di Korea Selatan (Korsel) semakin memburuk sejak dokter senior bergabung dalam mogok kerja, dengan mengurangi jam praktik mereka mulai Senin, 25 Maret. Langkah ini diambil sebagai bentuk solidaritas dengan dokter muda dan magang yang telah mogok kerja lebih dari sebulan sejak 20 Februari.
Mogok kerja yang melumpuhkan negara yang dikenal sebagai “Ginseng” ini merupakan kelanjutan dari ketegangan antara komunitas medis dan pemerintahan Presiden Yoon Suk-yeol mengenai rencana reformasi kesehatan. Reformasi tersebut mencakup peningkatan kuota penerimaan mahasiswa kedokteran di universitas, yang direncanakan mulai tahun 2025.
“Menambah jumlah mahasiswa kedokteran tidak hanya akan merusak kualitas pendidikan kedokteran, tetapi juga bisa mengakibatkan keruntuhan sistem kesehatan negara,” kata Kim Chang-soo, presiden Asosiasi Profesor Kedokteran Korea. Dia menambahkan bahwa para dokter senior, yang juga berperan sebagai profesor kedokteran, akan mulai mengurangi layanan rawat jalan untuk fokus pada pasien gawat darurat dan yang dalam kondisi kritis.
Selain itu, beberapa profesor kedokteran lainnya telah mengajukan pengunduran diri mereka. Akibat mogok massal ini, beberapa rumah sakit terpaksa menolak pasien dan menunda prosedur tertentu, seperti operasi.
Pemerintah Korsel telah berulang kali menyatakan bahwa reformasi ini sangat penting untuk mengatasi masalah kekurangan dokter, terutama mengingat penuaan populasi yang semakin cepat di negara tersebut. Namun, para kritikus menilai bahwa pemerintah seharusnya lebih fokus pada peningkatan kondisi kerja dokter magang terlebih dahulu.
Presiden Yoon, yang telah menjadikan reformasi kesehatan sebagai salah satu inisiatif utama kebijakannya, bersikeras untuk tidak mundur dalam menerapkan rencananya. Namun, pada hari Minggu kemarin, Yoon menunjukkan tanda-tanda pelunakan dengan meminta Perdana Menteri Han Duck-soo untuk mencari solusi fleksibel dalam menangani penangguhan izin praktik dokter yang terancam dicabut jika mereka tetap mogok kerja. Presiden yang berideologi konservatif ini juga memerintahkan Han untuk membentuk sebuah badan konsultatif konstruktif untuk berdialog dengan semua profesional medis.
Menurut survei Gallup yang dirilis pada 15 Maret, sekitar 38% responden menyatakan pemerintah mengambil langkah yang tepat dalam menangani krisis kekurangan dokter, sementara 49% menilai pemerintah belum melakukan pekerjaan yang baik.